Menyikapi Berita Politik

Bagaimana perasaan anda saat menonton berita tentang tingkah polah politisi? Ada yang korupsi, ada yang berkelahi, ada yang bolos, ada yang selingkuh, dll

Bosan? muak? benci? apatis terhadap politik? sebodo amat?


Lalu apa yang akan anda lakukan saat hari pencoblosan (pemilu/pilkada)? Golput alias tak mau mencoblos?

Awas! Hati-hati! Waspadalah! Jangan-jangan, sikap inilah yang memang "sangat diharapkan". Jangan-jangan, ada sekelompok orang yang sangat berharap supaya banyak rakyat yang golput.

Berita Negatif Politisi Meningkatkan Potensi Golput


Menjejali pemirsa dengan berita-berita tentang politisi yang menyebalkan bisa membuat rakyat makin apatis dengan politik, selanjutnya akan semakin besar potensi rakyat untuk golput.

Padahal politisi buruk yang diberitakan di media, secara statistik, jumlahnya sangat sedikit jika dibandingkan dengan seluruh politisi yang ada. Tapi ibarat nila setitik rusak susu sebelanga, rakyat menganggap bahwa semua politisi adalah busuk. Selanjutnya pemirsa berkesimpulan bahwa politik adalah busuk, harus dijauhi.

Kenapa politisi baik tidak diberitakan? Mungkin karena dalam hal penyiaran, ada pepatah yang berlaku: "berita buruk adalah baik, berita baik adalah buruk". Berita yang paling laku / menarik perhatian adalah berita tentang keburukan. Orang digigit anjing, itu bukan berita. Orang menggigit anjing, itu baru berita.

Golput Bisa Memenangkan Minoritas

Dalam sistem demokrasi, kekuasaan akan diberikan kepada yang mendapatkan suara mayoritas. Tapi jika banyak calon pemilih yang golput, minoritas bisa menjadi pemenang.

Jika ada 1000 calon pemilih, dan 60% diantaranya golput maka yang memilih tinggal 400 orang. Untuk memenangkan pemilihan, seseorang atau sebuah partai hanya perlu 201 suara yang kompak mendukung orang/partai itu. Jika kader partai itu cuma ada 100 orang maka ia hanya perlu uang untuk membeli 101 suara tambahannnya.

Menelikung Demokrasi Dengan Golput

Banyaknya rakyat yang golput akan menjadikan demokrasi menjadi anomali (aneh). Golput yang mayoritas akan mengantarkan minoritas menjadi penguasa. Akibatnya hak-hak mayoritas menjadi berpotensi untuk diabaikan oleh negara. Bangsa menjadi sakit.

Peran Partai Politik, Media dan Kritikus Politik

Dimasa lalu (orde baru) parpol hanyalah formalitas. Ia hanya dijadikan alat legitimasi kekuasaan dari penguasa otoriter. Media dikekang, hanya sebagai corong penguasa. Pengamat politik tidak mendapat tempat, siapa yang kritis dianggap melawan pemerintah. Rakyat adalah penonton.

Setelah reformasi, peran-peran diatas seharusnya berubah. Dalam sistem demokrasi, parpol seharusnya adalah alat rakyat agar bisa berdaulat. Salah satu fungsi partai politik seharusnya memberikan pendidikan politik kepada masyarakat agar mengubah kondisi mereka dari buta politik menjadi melek politik. Para kritikus seharusnya berada didalam partai politik agar bisa berperan, tidak cuma komentar saja. Media seharusnya memberitakan kebaikan dan keburukan politisi secara berimbang.

Saat ini, peran ketiga pihak diatas sepertinya tidak ideal. Banyak parpol yang dicurigai didirikan hanya sebagai kendaraan seorang tokoh untuk mendapatkan kekuasaan. Media hanya tertarik dengan berita negatif tentang parpol dan politisi. Para kritikus dan ahli politik hanya tertarik untuk menjadi komentator untuk acara talkshow di media. Bahkan media juga bisa dijadikan alat propaganda politik jika pemegang sahamnya adalah politisi.

Politik Uang & De-Parpol-isasi

Media hanya suka berita negatif, pengamat pasif menunggu panggilan media, rakyat apatis terhadap politik, parpol butuh suara. Dalam kondisi seperti ini maka politik uang menjadi solusi cepat untuk mengatasi situasi ini.

Keadaan kehidupan politik seperti diatas juga telah menimbulkan kesan di masyarakat bahwa politik adalah kotor, busuk, dan harus dijauhi. Akibatnya rakyat menjadi enggan merapat bahkan menjauhi parpol, parpol pun gamang/malu-malu untuk mendekat ke rakyat. Ironis, karena politik mempengaruhi hajat hidup orang banyak, tapi banyak orang baik yang menjauhi politik.

Disengaja atau tidak, semua berperan menciptakan kondisi de-parpol-isasi terhadap masyarakat. Masyarakat digiring untuk menolak partai politik dan golput. Ini jelas berbahaya karena komponen utama dalam demokrasi adalah parpol. Jika parpol rusak, lalu bagaimana dengan nasib demokrasi? Apakah kita ingin mengundang kembali rejim otoriter?

Mengaburkan Obyektifitas

Berita-berita politik juga terkesan mengaburkan obyektifitas pemirsa. Kebaikan-kebaikan yang banyak seringkali tertutupi oleh keburukan yang sedikit. Memang betul dalam kehidupan, berlaku ungkapan: sekali lancung ke ujian, seumur hidup orang tak percaya.

Tetapi kenyataan bahwa politik adalah hal penting tidak boleh dilupakan. Rakyat perlu mendapatkan informasi seimbang agar bisa obyektif dalam partisipasi politik. Berita-berita yang ada terkesan membuat informasi jadi tidak obyektif.

Mengentaskan Buta Politik

Dalam keadaan seperti ini, lalu siapa yang harus membangunkan kesadaran rakyat? Rakyat harus dibebaskan dari buta politik. Mereka harus disadarkan bahwa suka atau tidak suka, kenyataannya politik sangat berpengaruh dalam kehidupan mereka. Untuk itu mereka harus melek politik dan ambil peran dalam kehidupan berpolitik.

Orang-orang baik melek politik. Orang baik harus ada yang mau berpolitik, jangan biarkan orang-orang jahat berpolitik. Jika orang baik berkuasa, maka semua akan meraskan kebaikannya. Jika orang jahat berkuasa, semua akan kena getahnya.

Cerdas dan Bijak Menyikapi Berita

Kembali ke soal berita, dalam keadaan seperti ini, rakyat harus cerdas dan bijak dalam menyikapi berita-berita tentang politik/politisi. Rakyat tidak boleh begitu saja menerima mentah-mentah berita dari media sebagai kebenaran. Rakyat perlu sadar bahwa sedikit atau banyak, media juga punya kepentingan terhadap suatu peristiwa.

Rakyat harus kritis terhadap berita politik. Jika media memberitakan keburukan seseorang, memang itu yang paling laku dijual. Jika media memberitakan kebaikan seorang, kita perlu bertanya: apakah memang benar baik? ataukah ada kepentingan tertentu disana?

Semua orang ingin kaya, termasuk wartawan. Perusahaan media juga jelas ingin untung. Posisi pembaca/pemirsa pada umumnya adalah pasif (tidak bisa protes) terhadap suatu berita.

Yang penting bagi kita adalah: ada apa dibalik suatu berita? Tugas kita masing-masing untuk mencari tahu kebenarannya. Karena masing-masing kita lah yang akan membuat keputusan politik (mencoblos saat pemilu).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar