Robotik Untuk Anak?

Kata "robotik" (mungkin bagi kebanyakan orang) berkonotasi: canggih, hi-tech, futuristik, jenius dll. Ini menarik perhatian para orang tua untuk bisa mengetahui lebih dalam dan ingin anaknya bisa mencoba "mainan" ini dengan harapan anaknya juga ketularan canggih dan jenius. Bisakah?


Bisakah anak belajar robotik?

Pertama kali saya melihat dan belajar langsung dengan barang yang namanya robot adalah pada tahun 2006 saat mengambil mata pelajaran robotika. Kami praktikum dengan sebuah robot lengan (arm) Scara-IBM7575 yang bisa diprogram dengan bahasa AML/2 dan robot beroda Asuro DLR yang bisa diprogram dengan bahasa C untuk mengikuti garis (line follower).





Saat sekolah di jenjang sebelumnya (1996) pernah juga ambil mata pelajaran robotika tapi saat itu belum ada sarana robotnya. Jadi hanya sempat belajar teori saja.

Sudah lama juga sebetulnya saya punya obsesi untuk berprofesi di bidang otomasi atau robotika atau mekatronika. Itu sebabnya saya melanjutkan sekolah lagi dengan mengambil jurusan mekatronika. Tapi ternyata takdir menentukan lain :-)

Karena masih ada sisa-sisa ketertarikan pada bidang-bidang itu, Juli 2012 saya memesan Lego Mindstorm NXT lewat Amazon seharga 279,98 USD ditambah ongkos kirim 22,95 USD dan pajak sehingga totalnya menjadi 440,01 USD.



Maksud hati ingin ngoprek mainan baru tapi kurangnya waktu luang akibat kesibukan kerja, keluarga, dll yang sebetulnya nggak jelas juga membuat mainan itu nganggur hingga 1 tahun. Karena tdk ada waktu untuk ngoprek sendiri, akhirnya saya suruh anak sulung saya, untuk mencoba membongkar dus yang belum pernah dibuka tsb. Saat itu dia masih SD kelas 5. Yang bisa dia lakukan baru merakit salah satu model yg paling sederhana. Selesai satu model ternyata dia tidak tertarik untuk merakit model lain entah alasannya apa. Akhirnya mainan itu nganggur 2 tahun lagi karena th 2014 dia melanjutkan SMP dan harus menginap di asrama.

Tidak sampai setahun, anak saya memutuskan untuk berhenti dan melanjutkan sekolah di rumah alias homeschooling. Maka saya minta dia untuk membuka mainan robotnya lagi dan ia mencoba semua model serta memprogramnya sesuai petunjuk dari Lego. Selanjutnya, sedikit-demi sedikit saya bimbing untuk bisa memprogram NXT-nya agar berfungsi sebagai line follower.

Saat ini mulai muncul klub-klub, lomba-lomba dan acara-acara yang mempromosikan belajar robotik untuk anak-anak. Beberapa kali anak-anak saya untuk ikut acara-acara tersebut. Pertama kali reaksi saya adalah bertanya: "apa bisa anak-anak dibawah 12 tahun belajar robotik?"

Robotik menstimulus kecerdasan anak?

Saya melihat fenomena robotik ini dari dua sisi. Dari sisi bisnis, ia memiliki nilai jual yang cukup tinggi bagi industri mainan balok susun (bricks) seperti produk Lego dan bisnis turunannya seperti kursus-kursus robotik. Dari sisi orang tua, ia sepertinya cukup dipercaya sebagai salah satu alat yang bisa merangsang kecerdasan anak.

Robotik untuk balita?

Dalam kaitannya dengan pendidikan, saya membedakan antara real robotics dengan fun robotics. Yang saya maksud dengan real robotics adalah ilmu robotika yang diajarkan di sekolah tinggi teknik tertentu seperti teknik elektro, teknik mesin, mekatronika. Dasar ilmunya adalah: matematika teknik, mekanika, elektronika komputer, dan pemrograman hardware (PC interfacing).




Sedangkan fun robotics (FR) diperkenalkan dalam bentuk mainan untuk menstimulus kecerdasan, kreatifitas, serta mencari dan menumbuhkan bibit penemu (inventor) teknologi.



Melalui model mainan seperti yang ada di pasaran seperti Lego Mindstorm atau Fischertechnik Computing, dari sisi pendidikan, tampaknya robotik dipercaya bisa digunakan melatih kemampuan dan ketrampilan anak dalam beberapa aspek kecerdasan:

  1. spasial (membayangkan ruang 3D)
  2. motorik halus
  3. logika matematika
  4. emosional
  5. interpersonal
Kemampuan spasial dilatih melaui gambar-gambar petunjuk perakitan. Motorik halus (termasuk ketelitian) dan emosional (kesabaran) dilatih saat anak merakit komponen-komponen. Logika matematika dilatih saat pemrograman.

Faktor-faktor lain seperti kreatifitas, kerjasama (interpersonal), mental bertanding (emosional) bisa dilatih saat memecahkan masalah atau diberi tantangan.


Jika dihubungkan dengan teori pendidikan, hal-hal diatas memenuhi 3 aspek pendidikan yaitu: motorik (jasadiyah), afektif (ruhiyah) dan kognitif (aqliyah).

Mungkin adanya faktor stimulus kecerdasan inilah maka robotik dilirik dan diminati juga oleh orang tua yang punya anak yang masih balita.

Kapan usia belajar robotik?

Setidaknya ada 3 aktifitas utama saat bermain robotik:

  1. Merakit
  2. Memprogram
  3. Menguji
Jika kita lihat petunjuk umur di kardus kemasan mainan-mainan robotik seperti produk Lego atau Fischertechnik tertulis angka 10+ (mulai dari 10 tahun). Jika di Indonesia ini berarti sekitar usia kelas 4-5 SD. Mungkinkah usia segitu belajar robotik?

Kalau sekedar merakit mungkin bisa ... tapi saat masuk ke aktifitas pemrograman saya rasa tantangannya cukup besar. Walaupun mainan tersebut menyediakan software tanpa coding untuk memprogram tapi tetap saja perlu logika matematika yang agar anak-anak cukup paham dengan cara kerja si robot.


Nah logika inilah yang belum didapat anak di sekolah. Menurut saya anak baru bisa mulai memahami logika pemrograman di usia kelas 2-3 SMP (mulai 12-13 tahun) dan saat mereka telah mengenal variabel di mata pelajaran aljabar karena variabel banyak digunakan dalam pemrograman.

Jadi anak TK atau SD belum bisa belajar robotik?

Ya tentu bisa. Dengan sarana robotik anak bisa dilatih kecerdasan spasialnya lewat membaca gambar petunjuk perakitan robot yang umumnya berupa gambar 3 dimensi. Anak bisa dilatih kemampuan motorik halusnya dengan merakit komponen robot. Anak juga bisa memprogram dengan menyalin contoh program yang ada di buku panduan.


Pada saat merakit, anak-anak juga bisa belajar mengenali komponen-komponen mekanika dan listrik/elektronika seperti gir, belt, roda, motor listrik, batere, sensor dll termasuk mekanisme kerjanya. Ini akan memperluas wawasannya di bidang teknik.


Tapi untuk memahami program tersebut rasanya anak harus mencari dan membaca referensi tambahan yang mungkin tidak ada dalam paket produk tersebut. Atau perlu dibimbing oleh orang yang cukup mengerti tentang pemrograman komputer.

Beberapa kursus robotik membagi kelas-kelas mereka dalam rentang usia:

  • TK, tahap pengenalan menampilkan cerita atau video robot, mengenalkan berbagai bentuk robot, bermain degan robot.
  • SD 1-4, merakit komponen robot, pengenalan komponen mekanik, percobaan dengan komponen listrik dasar.
  • SD 5-6, merakit robot dengan fungsi sederhana seperti mendeteksi warna atau mengikuti garis dengan program berbasi s diagram alir.
  • SMP, mulai merakit robot dengan fungsi agak rumit dengan program yang lebih rumit dari tingkat SD.
  • SMA, merakit robot dengan berbagai komponen tambahan untuk fungsi yang lebih menantang, mempelajari dasar mikrokontroller, belajar algoritma, memprogram dengan bahasa C.
Dari uraian diatas saya coba rangkum hubungan antara usia, aspek pendidikan, dan aspek kecerdasan dalam tabel berikut:


Faktor biaya

Secara umum, mainan robotik cukup mahal. Dan tidak selalu ada di toko mainan. Mungkin hanya kursus-kursus robotik yang saat ini mulai muncul di kota-kota besar yang bisa menyediakannya itupun mungkin harus inden dulu. Ini menjadi kendala yang lain bagi orang tua.

Karena itu kalau hanya sekedar merakit bagi usia dibawah 12 tahun tidak harus pakai mainan robotik, bisa dengan mainan balok susun dengan komponen yang membentuk figur robot yang tidak ada pemrogramannya.





Solusi komunitas

Sekarang banyak bermunculan berbagai macam komunitas termasuk robotik. Ini bisa menjadi solusi bagi anak-anak (juga orang dewasa) yang berminat atau ingin mengetahui lebih jauh tentang robotika.

Dengan komunitas, para anggota bisa saling berbagi alat, pengetahuan, ketrampilan, dan pengalaman dengan biaya yang relatif murah. Beberapa komunitas robotik sudah eksis dan aktif menularkan semangat robotika di Indonesia.


Referensi kata kunci pencarian di internet:
Multiple Intelligences, Lego, Fischertechnik, Sekolah Robot, Komunitas Robot



1 komentar: