Kamu bisa baca wajahnya, tapi tidak isi hatinya.
Kamu bisa lihat tingkahnya, tapi tidak ruhnya.
Kamu bisa pegang fisiknya, tapi tidak jiwanya.
Kamu mungkin bisa mengira-ngira,
tapi takkan pernah bisa tepat kamu baca isinya
Kadang ia seperti samudra: berombak, berdebur, bergelora
Kadang ia seperti telaga: tenang, dalam tak terduga
Kadang terasa asing, padahal bertahun-tahun selalu bersama
Ia bisa berubah tiba-tiba:
kamu kenal ia ahli ibadah, tiba-tiba bermaksiat
kamu kenal ia liar, tiba-tiba jadi penurut
kamu kenal ia sebagai sahabat, tiba-tiba jadi musuh
kamu kenal ia penakut, tiba-tiba jadi pemberani
kamu kenal ia konservatif, tiba-tiba jadi liberal
kamu kenal ia negatif, kok sekarang jadi positif
Kamu bisa ikat badannya,
tapi jiwanya tetap bebas melayang ke mana-mana
Tak perlu jauh-jauh, tak perlu menunjuk orang lain
lihat diri sendiri ... susah diatur, susah diajak benar.
Begitu banyak maunya, begitu besar keinginannya.
Kadang-kadang aneh-aneh pula keinginannya.
Bahkan ada yang sampai melampaui batas.
Memang seperti itulah jiwa manusia diciptakan: dinamis, bebas, dan liar.
Penciptanya menugaskan kita untuk mengendalikannya,
bukan justru menurutinya.
Sungguh beruntung,
yang bisa mengendalikan jiwanya sendiri.
Lebih beruntung lagi,
yang bisa mengendalikan jiwa-jiwa disekitarnya
Agar beruntung, mungkin kita perlu mengenalnya
dan belajar mengendalikannya,
dari Yang Menciptakannya.
dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya),
maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya.
sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu,
dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya. (91:7-10)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar